you, again
Sudah bukan waktunya lagi untuk
memperjuangkan masa lalu. Bukan karena gampang menyerah. Bukan juga karena
sudah tidak ada lagi kenyamanan dalam kebersamaan. Ini soal pilihan. Kita butuh
bergerak. Membalut luka yang terlanjur membuat hari-hari terasa tak berarti.
Menghentikan usaha keras yang selalu menentang garis takdir. Kita perlu
melupakan dan memberi kesempatan seseorang untuk singgah dalam hati, sehingga
suatu hari mungkin saja ia akan menetap di dalamnya.
Persis saat ini, aku yang telah
melepas beban sejarah. Sehingga, aku tidak tenggelam lagi pada kenangan yang
hanya membuatku seakan mati. Aku masih ingin hidup. Dan seseorang hadir
membantu serta menyembuhkan perasaan itu.
Halo,
kak Afi!
Lalu, waktu yang berjalan rupanya
menuntun aku mencoba lebih dekat, denganmu. Memunculkan perasaan, menguatkan
cinta yang dulu pernah sirna. Terkesan terlalu cepat. Bodoh. Mengulangi
kesalahan sebab jatuh ke pelukan orang yang sama. Tapi, sejatinya tidak ada
yang bisa menebak, perasaan bisa datang melalui apa, kapan dan pada siapa saja.
Aku benar-benar menyimpan hati untukmu.
Perasaan ini tidak berubah, tanpa
peduli alasan yang menyertainya.
Mungkin sudah jalannya, aku harus
meniadakan sepi yang selama ini melahap hidup. Sebab tidak sedikitpun aku menduga
akan menemukan sosokmu. Kamu yang sempat membuatku terpuruk pada tiap pilu di
masa lalu.
Nanti, setelah hari ini.
Segenap rindu yang selalu lahir, cuma mampu kubayar dengan potret dirimu.
Penawar sendu kala aku merasa sunyi. Wajahmu menjadi candu, yang ingin selalu aku
pandang. Dengan iris berwarna hitam, matamu semakin menggetarkan hati yang
kupunya. Kemudian bibir yang melengkapi indah rupa menjadi alasan aku bungkam
dan membiarkan jiwa yang berbicara bahwa aku menyayangimu dengan mantap.
Oh iya,
Sampai sejauh ini, aku dan dirimu
belum berkomitmen. Yang jelas aku sudah mengutarakan isi hati ini padamu. Aku
tidak mau memutuskan sepihak, memaksamu memilih diri ini. Biarkan kamu menentukan
pilihan, memperbaiki jalan, menetapkan langkah. Karena yang aku tahu, kamu juga
sedang berusaha berpaling dari ingatan-ingatan yang dahulu. Melepas diri dari
belenggu mimpi dan andai-andai bersama seseorang yang dipilih tapi tak
memilihmu.
Aku sadar, loyalitas memang baik,
tapi tidak berguna apabila yang disetiakan malah acuh. Biarkan siapapun itu
akan menyesal telah menyia-nyiakan janji yang diingkari. Aku pun pernah berada
pada posisi serupa. Benar saja, berkali-kali pahit itu selalu datang. Kali ini,
mungkin kita butuh pergi, mencari rumah baru. Kita berhak bahagia. Dan ingin
kucapai kebahagiaan itu, bersama kamu
Masa lalu bukan penghalang untuk menjadikan hari ini lebih
indah
Aku ingat ketika aku pertama kali
memulai menyapa melalui pesan instan. Mengajakmu berkenalan. Tidak sebatas
saling melempar kata lewat tulisan. Dirimu sempat melakukan panggilan suara
untukku kala hari telah menginjak tengah malam. Tanpa pernah aku sangka
sebelumnya. Kamu menelepon seusai langit meluruhkan segala bentuk kesedihannya.
Langit yang berupaya menghibur atas rindu yang terus tersimpan untukmu. Itu
adalah momen pertama aku dan kamu berbincang dalam suara. Senang rasanya.
Seperti pelangi yang muncul selepas hujan berlalu, momen tersebut mengganti
bias cahaya yang enggan muncul ketika langit pekat begitu menguasai malam.
Hujan, sebuah jelmaan rasa yang lahir akibat dua raga tidak
berkawan dengan waktu dan jarak.
Lumayan banyak hal yang dibicarakan.
Serius maupun bercanda. Semua lebur menjadi satu. Dan titik terang akan
perjumpaan mulai mencuat dari sana. Aku mampu menunggu dengan baik, bersama
waktu yang semakin dekat terhitung sejak obrolan itu berakhir. Sebenarnya, aku
tidak ingin menyelesaikan kehangatan malam tadi. Namun sebagai manusia yang
bijaksana, kita harus memberi hak kepada tubuh untuk rehat dari bermacam-macam
bentuk aktivitas yang melelahkan. Sedikit terpaksa. Lalu, jiwa mengantar lelap
yang begitu dalam. Sudah lama tidak merasakan begini setelah berhenti dengan
yang dulu.
Hari terus berganti, menggulirkan
detik demi detik. Mengukir cerita segar. Relung hatiku tertawan rindu dengan
hebat pada dirimu. Untung saja, berkat bertukar foto lagi, dapat kujadikan
sebagai penawarnya. Mempertebal rasa, meneguhkan cinta.
Hadirmu telah memberikanku
kesempatan mencintai kembali. Sebuah perasaan yang tidak mampu disingkap secara
lengkap. Bahkan barisan aksara ini hanya menggambarkan secuil dari rasa itu.
Kedepannya, aku hanya bisa berharap
kisah ini mencipta kasih. Biarkan aku dan kamu dapat saling memberi kesempatan
untuk saling membuktikan bahwa aku baik untukmu, dan kamu sempurna untukku.
Izinkan aku mengisi harimu. Semoga kelak dirimu juga dapat mencintaiku dengan
cara terbaikmu. Senantiasa berteman dengan rasa saling percaya satu sama lain.
Berkawan dengan makna sebenar-benarnya cinta.
Akhirnya aku ingin bertanya,
bagaimana bisa kamu mencuri jantungku sesegera ini? Terlepas dari apapun
jawabannya, semoga kasih sayang ini dapat membentuk hidup untuk menjadi lebih
baik
Halo Arlina, bolehkah saya menjadi Afi-mu untuk sementara? Terlihat kau selalu kecewa dengannya. Besar harap saya untuk kamu, membalas email saya.
BalasHapus