Rejection
Kita dipertemukan,
karena diawali sebuah kegemaran, kesamaan dan kegilaan akan suatu hal. Kita
berteman selama 2 tahun, tanpa pernah tatap dalam nyata. Nyaman? Tentu. Penasaran?
Tentu. Hingga aku, sebagai lelaki mencoba untuk mengajakmu ke sebuah sinema,
hitung-hitung kita mengenal tak hanya melalui sosial media.
Kisah ini dimulai di malam bulan Februari.
Malam yang cerah, karena hujan tak turun kala itu. Malam yang lebih sejuk, sebab telah diguyur hujan sore itu. Semesta seakan merestui agar aku dan kamu bertemu, pula seakan tahu kalau malam ini berbeda, lebih istimewa dari sebelumnya.
Malam yang cerah, karena hujan tak turun kala itu. Malam yang lebih sejuk, sebab telah diguyur hujan sore itu. Semesta seakan merestui agar aku dan kamu bertemu, pula seakan tahu kalau malam ini berbeda, lebih istimewa dari sebelumnya.
Malam dingin yang tak
pernah terlupakan dalam hidup. Yang membuat semua terasa nyaman, sejuk, sesejuk
malam itu.
Entah, apakah hujan itu pertanda bahwa ada rindu yang tak sengaja datang dalam pelukan?
Mari, ku ajak kau untuk bernostalgia..
Entah, apakah hujan itu pertanda bahwa ada rindu yang tak sengaja datang dalam pelukan?
Mari, ku ajak kau untuk bernostalgia..
Masih ingatkah engkau
pada malam itu?
Malam ketika aku dan kamu saling berbenah, menyemprotkan wewangian yang segar, kemudian bersolek lebih rapih, sebab kita berdua hendak menampakkan diri, untuk pertama kali.
Malam itu, aku yang menunggu kamu di tepian jalan di dekat masjid besar, kotamu.
Malam ketika aku dan kamu saling berbenah, menyemprotkan wewangian yang segar, kemudian bersolek lebih rapih, sebab kita berdua hendak menampakkan diri, untuk pertama kali.
Malam itu, aku yang menunggu kamu di tepian jalan di dekat masjid besar, kotamu.
Lalu, pada malam itu, setelah
dirimu muncul dan menduduki jok sepeda motorku, kuajak kamu untuk mengikuti
alur duniaku, kita disana bercerita tentang duniaku, dan duniamu.
Kuajak kamu untuk temani aku makan malam, tetapi sayangnya kamu tidak makan. Mengapa, sayang? Sampai sekarang, tak kutemukan alasan.
Kuajak kamu untuk temani aku makan malam, tetapi sayangnya kamu tidak makan. Mengapa, sayang? Sampai sekarang, tak kutemukan alasan.
Film fantasi sudah kita lewati, makan malam sudah kau temani. Dan nyatanya, tak terasa sudah
pukul sepuluh. Sebuah batasan waktu aku dan kamu untuk bertemu, dan semoga kita
bertemu di lain waktu. Itu kata hatiku.
Di jalan pulang, aku merasakan sebuah perasaan rindu.
Ah, nyatanya aku lelaki yang sedang rindu-rindunya pada engkau yang tak pernah mampu untukku sentuh dengan tangan ini.
Rindu ini senantiasa memberikan kehangatan dalam jiwa, tetapi tidak untuk engkau.
Engkau di sana sudah bahagia, hidupmu meriah, penuh petualangan dan orang-orang baru, jadi kau tidak susah-susah untuk rindu padaku, kan?
Malam itu, aku berharap agar dapat melihat lagi senyuman sang penikmat senja pada jiwa yang sedang direnggut oleh rindu. Kamu adalah penikmat senja, kan?
Biarkan, aku deskripsikan kamu ya?
Kamu bidadari cantik, sempurna dan penuh
dengan energi.
Kamu yang pernah aku ceritakan tempo hari kepada sekawanan burung merpati.
Waktu itu aku menceritakanmu dengan sangat ceria.
Betapa tidak, hati ini bagaikan sekumpulan bunga yang sedang mekar, lalu datang kumbang-kumbang untuk mempersuntingkan bunga itu.
Yah seperti itulah hatiku saat itu, menjadi sebuah bunga yang mekar dan berharap akan ada orang yang akan mengambil, lalu menempatkanku dalam bingkai hidupnya yang paling indah.
Waktu itu aku berharap besar kepadamu untuk mengambil hati yang telah mekar ini.
Kamu yang pernah aku ceritakan tempo hari kepada sekawanan burung merpati.
Waktu itu aku menceritakanmu dengan sangat ceria.
Betapa tidak, hati ini bagaikan sekumpulan bunga yang sedang mekar, lalu datang kumbang-kumbang untuk mempersuntingkan bunga itu.
Yah seperti itulah hatiku saat itu, menjadi sebuah bunga yang mekar dan berharap akan ada orang yang akan mengambil, lalu menempatkanku dalam bingkai hidupnya yang paling indah.
Waktu itu aku berharap besar kepadamu untuk mengambil hati yang telah mekar ini.
Itu dulu, tempo hari, ketika aku ceritakan harapan serta mimpi indahku kepada sekawanan merpati yang singgah di tempat itu. Tetapi saat ini mimpi dan harapan itu, telah sirna.
Semua telah hilang tanpa
jejak bersama kata-katamu yang mampu membuatku terpuruk. bahwa saat ini kamu tak
memprioritaskan aku, dan juga bahagiamu sama sekali tak berkurang sedikitpun
tanpa aku.
Semua telah terjadi,
kamu bahagia di sana. Tetapi berbeda dengan aku di sini. Aku setiap saat
menderita karena cinta ini tak kunjung enyah dari benakku. Cinta yang membawa
penderitaan ketika aku tak mampu untuk meraihmu.
Yah, hari ini aku sedang rayakan kehilangan. Aku diperbudak oleh rasa rindu yang
kian memuncak untukmu. Akan tetapi, apalah dayaku, jangankan beranjak untuk
menemuimu, dan bertanya kabar tentangmu saja sudah tak mampu. Yang aku
mampu hanya merindu dalam diam. Aku hanya mampu menangis tanpa air mata,
menjerit tanpa suara, bahkan tersiksa tanpa ada yang menyentuh sedikitpun. Itu
aku saat ini.
Andai aku bisa menjadi orang yang istimewa dalam hidupmu, yang tak perlu waktu
lama menunggu pintu hatimu terbuka untukku.
Andai aku adalah rumah bagi
dirimu, yang dapat memberi kenyamanan dan keamanan dalam setiap detik di
hidupmu.
Andai aku bisa menjadi seorang komedian, yang mampu membuatmu bahagia
dan tertawa setiap saat, dan aku berharap aku bukanlah pria yang selalu dengan
mudah membuatmu jengkel di kala obrolan sehinga api pertengkaran tercipta.
Lagi-lagi, semua itu
hanya andai saja…
Bahkan, aku tak pernah
menjadi siapa-siapa dalam hidupmu, bukan?
Yah, aku bukan siapa-siapa dalam hidupmu. Aku hanya orang yang punya hati yangmana
hati ini ingin aku persembahkan untukmu.
Aku hanya laki-laki yang punya rindu di setiap hari-hariku.
Aku hanya lelaki yang tak mampu berbuat apa-apa ketika kau bilang bahwa bahagiamu bukanlah aku, dari dulu hingga sekarang dan sampai aku menutup mata.
Aku hanya laki-laki yang punya rindu di setiap hari-hariku.
Aku hanya lelaki yang tak mampu berbuat apa-apa ketika kau bilang bahwa bahagiamu bukanlah aku, dari dulu hingga sekarang dan sampai aku menutup mata.
Aku tak mampu lagi
menyuarakan kata hatiku padamu, yang selalu saja kamu balas dengan sikap tak
acuhmu.
Aku saat ini hanya bisa bersuara dalam hati, bahwa aku kecewa. Itu saja yang bisa aku katakan dalam hati, bahkan aku tak berani untuk mengatakan kepadamu. Karena, aku tidak ingin membebani pikiranmu.
Aku saat ini hanya bisa bersuara dalam hati, bahwa aku kecewa. Itu saja yang bisa aku katakan dalam hati, bahkan aku tak berani untuk mengatakan kepadamu. Karena, aku tidak ingin membebani pikiranmu.
Dengan banyaknya segala keluh kesahku di lembar digital ini, aku harap kamu
mengerti, walau kamu tak pernah membaca ini.
Selamat tinggal, kamu
sang bidadariku.
Akan tetapi, ucapan itu akan kuucapkan nanti ketika aku mampu untuk pergi, ketika aku mampu untuk benar-benar pergi jauh darimu....
Akan tetapi, ucapan itu akan kuucapkan nanti ketika aku mampu untuk pergi, ketika aku mampu untuk benar-benar pergi jauh darimu....
Apabila, kau menemukan aku yang lain, yang lebih kau percaya
untuk menjadi pendamping dirimu, dan kau yakini ia mampu membuatmu menahan nafas
karena tertawa bahagia, bukan menahan nafas karena tangis dan air mata. Dan itu, bukanlah aku. Tak
apa. Kau pantas untuk bahagia.
Curhat apa fiksi mbak? :P
BalasHapusDuh kok gw merasa ya
BalasHapusAww Lost Boy ketemu juga :3
BalasHapusduh ngena banget nih artikel, keren banget min penyampaian nyaa keren abis lah pokoknya, emang terkadang kita harus membuat seperti ini agar orang itu tahu perasaan kita. Good job min semoga lelaki ituga lagi ragu deh ya:)
BalasHapusWow Nice gan :)
BalasHapusAnjirr artikelnya serem hahaa
BalasHapusKeren gan ceritanya hehe
BalasHapusblog nya ok, banyak bacaan nya. salam http://www.mediablog4you.web.id/
BalasHapuslah kayak lagu ruth b hehe
BalasHapusTulisannya bagus bisa membuat pembaca terbawa kedalam suasana di dalam ceritanya..
BalasHapusKeren banget aslii ,kena banget pas banget segalanya hehe
BalasHapus