Kabar Hatiku yang Kupaksa untuk Sembuh
Ada yang bilang, "cinta hadir ketika kita tidak
mencari", sekarang aku percaya kata-kata itu. Aku menemukannya, menemukan
cinta yang tak pernah habis meski bertahun sudah terlewati. Aku memilihnya,
memilih untuk terus jatuh hati meski kami pernah terpisah waktu.
Dia satu-satunya sejak lama. Sejak pertama
memandangnya, aku tau aku akan jatuh hati padanya. Dia bukan laki-laki paling
baik yang pernah hadir dalam hidupku, tapi dia satu-satunya laki-laki yang
memperlakukanku dengan baik, dengan cinta. Dia bukan laki-laki termanis yang
pernah menghiasi hari-hariku tapi dia satu-satunya laki-laki yang tak pernah
kehilangan kesabaran menghadapi semua tingkah ajaibku. Seakan aku siap
kehilangan apapun, tapi tidak jika harus kehilangan dia.
Hubungan kami terkesan tenang, tanpa drama. Jangan
salah, kami hanya senang memendam semuanya berdua. Kami tidak berbagi selain
dengan kami berdua. Hubungan kami terdengar jauh dari kata berantakan.
Tapi sebenarnya itu yang terjadi saat kami memutuskan berpisah.
Aku memutuskan untuk pergi dan dia memutuskan untuk
diam. Jauh sebelum kata pisah itu terucap, hubungan kami sudah terlampau
tenang. Kami sudah tidak lagi jalan beriringan tapi tangan masih saling
menggengam. Kami tidak lagi mengejar mimpi yang sama tapi hati tidak akan mampu
berdiri sendiri. Kami sama-sama bingung, aku yang paling bingung.
Ketika akhirnya aku memilih pergi, ada sedikit
perasaan ingin dipertahankan. Tapi tidak, hatinya terlalu tinggi untuk
membiarkan dirinya disalahkan. Keikhlasanku akan kehilangannya tak pernah ada
sampai saat tulisan ini aku ketik. Aku membiarkan diriku tenggelam dalam
kesedihan yang sejujurnya aku tak punya cara untuk mengatasinya. Semakin lama
kami berpisah, semakin jauh hatinya bisa ku gapai kembali. Semakin banyak pula
pertanyaan yang muncul di dalam benakku.
Apakah ini tandanya bahwa cinta kami berbeda? Apakah
artiku untuknya tidak seperti artinya untukku? Sejuta pertanyaan yang tidak
pernah ada jawabnya karena aku membiarkan mereka tenggelam dalam benakku. Andai
dia tau, aku membebaskan hatiku untuk memilih. Apakah akan menunggu atau
mengikhlaskannya? Dan hatiku hanya diam. Tidak mampu membuat keputusan saat
terlampau berantakan.
Semoga ia bahagia. Itu yang aku tau dan aku yakini sejak
kami berpisah di bulan Januari.
Saat itu juga aku memutuskan untuk berhenti.
Berhenti menangisi kepergiannya karena aku yang duluan angkat kaki. Berhenti
mempertahankan hati yang bertahun aku cintai. Saat itu juga aku mengikhlaskan
semua yang terjadi pada kami. Pada cinta yang ku yakini tak akan pernah
selesai.
Hidupku perlahan ku atur kembali,
Tapi sial, apapun yang aku lakukan seakan menyeretku
kembali ke kenangan lama kami. Padahal aku sudah memutuskan untuk pergi
sejauh-jauhnya dari keberadaannya. Yang ada, aku malah menyesal tidak bertahan
lebih kuat, tidak memperjuangkan lebih lama, dan tidak berusaha untuk tetap
ada.
Aku tidak sedang putus asa, itu yang terus-menerus
aku katakan pada hatiku. Aku harus bisa bahagia, meski bukan dia yang jadi
penawarnya. Aku harus tetap percaya bahwa aku tidak ditakdirkan sendiri. Bahwa
aku akan bisa menggapai mimpi. Hampir gila aku meyakinkan hatiku bahwa aku hanya
sedang melewati satu fase berduka yang belum pernah terjadi. Tapi hatiku
menolak untuk percaya. Hatiku tau, ini bukan hanya suatu waktu di mana aku
kehilangan cinta. Ini adalah suatu waktu di mana aku berhenti percaya bahwa
bahagiaku bisa dengan orang lain. Ini adalah suatu waktu di mana aku dipaksa
untuk menerima bahwa tanpanya, bahagiaku takkan bisa sempurna.
Lukaku tak bisa kupaksa sembuh. Meskipun tak
berbekas, mereka yang mengenalku tau bahwa ini adalah patah hati terburuk yang
pernah aku rasakan. Aku tidak sering menangis, aku juga tidak menunjukkan bahwa
aku depresi. Tapi dalam diam , aku berharap bisa terbangun dan tertawa karena
semua ini hanya mimpi. Aku berharap apapun yang baru aku lewati hanyalah
sekedar bunga tidur yang tidak ada arti. Tapi ini nyata. Aku sudah kehilangan
dia.
Seandainya ada kata yang cukup untuk mengutarakan
apa yang aku rasakan, kata yang akan mewakili betapa hancurnya hatiku saat
berpisah, kata yang akan menjadi saksi betapa tertatihnya aku untuk bertahan
agar bisa tetap bahagia. Kata yang ingin sekali aku utarakan agar dia tau betapa
aku terluka atas perpisahan kami.
Dia tetap laki-laki yang memperlakukanku dengan
baik, dengan cinta. Seakan perpisahan kemarin tidak pernah terjadi. Seakan air
mataku tidak pernah tumpah setiap mengingatnya. Seakan kami tidak pernah
memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri.
wah, nttap kak menyentuh :D
BalasHapuswah keren banget gan tulisanya sangat menyentuh
BalasHapusKata-katanya keren, menyentuh sekali ^_^
BalasHapusmantap niche blog kita hampir2 mirip, cuma beda genre aja wkwk
BalasHapusiya nih gan tp kalau agan lbh ke creepy gitu yaa, apapun genrenya yang ptg ttp semangat nulis untuk kita berdua ya gan!
HapusKarya yang bagus :)
BalasHapuswah keren nih :D
BalasHapusmantep sis karyanya, ente cocok jadi penulis novel. Terutama pemilihan katanya.
BalasHapusWah, blognya memilih ceruk konten dalam bentuk cerpen roman patah hati?
BalasHapusPutus nyambung putus nyambung :D
BalasHapusBgus kak tulisannya...
BalasHapusSy harus blajar lg nih.. Hehehe