Hai, Zevanya!

Sama seperti kehidupan, hubungan persahabatan pun ada prosesnya. Waktu baru pertama kali bertemu, kita masih malu-malu untuk ngobrol. Masih mikir-mikir obrolan apa yang kira-kira nyambung. Lalu kita jadi teman biasa. Mulai asik ngobrolnya, mulai sering main bareng, sampai kita menemukan banyak kecocokan. Dari kecocokan itu, kita pun jadi sahabat. Berbeda dengan orang yang pacaran, hubungan kita nggak ada deklarasinya. Kita nggak ingat lagi sejak kapan kita sudah bersahabat. Tapi kita tahu, ada proses sebelum kita bisa sedekat ini.

Sekadar tulisan ini bisa jadi bukti seberapa penting kehadiranmu, dan betapa kita disini bersyukur memilikimu. Meski kata-kata ini terkesan sederhana, atau kalimat-kalimat yang ku susun tak tampak luar biasa, tetapi dengan ini aku bisa menceritakan semuanya.

Lewat tulisan ini, aku hanya ingin mengirim ucapan terima kasih. Kau tahu kalau lisanku tak lihai berkata-kata. Kau paham aku akan canggung dan bicara terbata-bata. Jadi jika tulisan ini benar-benar kamu baca, jangan sekali-kali tertawa hingga terkencing-kencing di celana. Aku demikian berusaha agar kamu bisa berbangga setelah membacanya.

Zeva, sampai hari ini aku belum diberi amanat jadi orang kaya raya. Belum punya rumah, mobil pribadi, atau tabungan milyaran yang bisa kubagi-bagi. Aku belum mampu memberikan boneka yang super besar seperti inginmu atau tas serta sepatu dengan merk tertentu . Atau mungkin sesederhana untuk datang ke kota-mu pun aku tak bisa, Maaf.

Jika saja aku sudah punya semuanya, toh persahabatan kita tak layak dihargai materi. Aku bisa saban lima kali sehari, menjelang penghujung malam, atau saat akhir pekan sekadar menyebut namamu dalam perbincanganku dengan orang lain, dan mungkin saja mereka bosan. Hehehe

“Oh iya, Ada satu titik di mana kita semua mulai sadar bahwa teman-teman yang dulu selalu ada,  satu persatu mulai hilang. Tapi demi persahabatan ini, akan kita perpanjang masa berlakunya.


Mungkin banyak dari kita yang mengalami hal semacam itu. Tapi percayalah, itu tak akan terjadi pada persahabatan kita. Dalam hidup, mungkin saja ada teman-teman yang masuk dan pergi dalam kehidupanmu, dan waktulah yang akan menjawab siapa dari teman-temanmu yang bertahan menemanimu dari masa ke masa. Dan jika ada teman yang seperti itu, itu pasti kita.  Namyra, Mutiara, Kartika, Isky Adzania, Sari, Merlin Faradillah, dan Erika..

Coba tengok ke belakang, beberapa bulan silam sewaktu kamu pindah. Kamu yang sempat egois sebab tidak memberi tahu keadaan yang akan kita hadapi nantinya,  tiba-tiba  sebuah pemberitahuan bahwa kamu dan kita akan menjalani persahabatan dengan jarak yang luar biasa jauh.

Kamu tidak tahu-kan bagaimana hancurnya Sari, teman sebangkumu saat itu? Ia yang repot-repot memilih bangku yang nyaman untuk kalian berdua, tetapi dengan mudahnya kamu memg-iya-kan. Kemudian, kamu tidak pernah hadir sekalipun di kelas baru, hingga bangkumu terisi oleh seseorang..

Kamu yang egois, sebab Namyra yang menjadi sahabat baru-mu, kau kecewakan dengan harapan khas dirimu. Tertawa menggoda, seolah tidak terjadi apa-apa. Bahwa kelas sebelas, kamu dan Namyra masih bisa bertukar cerita dengan leluasa. Namun, nyatanya....kamu tidak sekalipun hadir di kelas baru

Kamu yang egois, sebab Mutiara yang merupakan teman paskibra-mu yang sangat kecewa atas tertutupnya dirimu, tidak berbagi cerita, dan hanya air mata yang bisa bercerita betapa kecewanya Mutiara saat itu..

Kita yang kedepannya tidak bisa bercanda ria, kita yang tidak bisa ke kantin bersama, tawamu yang menjadi ciri khas, serta gerakan lincahmu yang membuat kita tertawa, sepetinya akan sulit untuk ditemukan…

Menyedihkan sekali bukan?

Akan tetapi, nyatanya kita bisa melewati itu,nyatanya kita bisa menghilangkan luka yang ada di masa lalu, kita memaafkan dirimu atas ketertutupan kamu saat itu..
Hingga ditandai dengan pertemuan saat ini, di bulan Oktober kala musim penghujan di kota Cilegon. Meja kayu serta UNO yang menjadi saksi bisu bahwa kita masih tetap bisa meluangkan waktu bertemu walau tak menentu, tetapi cukuplah untuk sekedar bercerita bagaimana hari-harimu kemarin di sekolah.


Tahap Awal  : “Sekarang kita disini dan kamu punya kesibukan masing-masing. Intensitas pertemuan kita memang berkurang drastis, tapi bukan berarti masa persahabatan kita sudah habis.”


Bukankah masing-masing dari kita sudah memiliki kesibukan sebelum hari ini? Lantas apa kita melupakanmu, mengabaikanmu, atau meninggalkanmu? Tidak sama sekali.
Kesibukan dan mungkin zona waktu yang berbeda membuat kita disini sulit untuk bertemu, bahkan saling membalas pesan dengan jeda maksimal 3 menit terasa mahal. Pas kita disini lagi senggang, kamu lagi banyak tugas. Pas kamu lagi libur, kita besoknya sekolah.
Susah kan untuk sekadar ngerumpi atau balas-balasan stiker lucu? Kalo telat balas, dan dipaksakan membalas udah nggak sinkron sama waktunya.
Tapi percayalah, kita sebagai sahabat nggak pernah menganggap keinginanmu untuk curhat sebagai pesan yang basi walau udah kamu kirim lebih dari 1 jam yang lalu.

“Mer, aku mau curhat dong Rizky deketin aku lagi nih ”
“Jep, sorry banget baru bales aku baru aja selesai kelas. Ha? Deketin? Errrr. Aku telepon kamu sekarang ya.”


Tahap Kedua : “Lalu, sampai pada masanya aku ragu mau mengomentari foto-foto konyolmu, hanya karena aku merasa asing dengan teman-teman barumu.”


Zevanya, maaf ya jika selama ini diam-diam aku kepoin akun-akun media sosialmu. Diam-diam aku melihat setiap postingan-mu bersama mereka. Iya, benar aku ragu untuk ikut bergabung dengan teman-teman barumu untuk mengomentari dan menertawakan foto-foto konyolmu.
Semenjak itu aku sadar, bahwa ternyata bukan hanya aku yang mengetahui tentang burukmu tapi mereka juga. Jujur, hari itu aku takut bahwa posisiku akan tergantikan oleh mereka. Aku berusaha menjadi sahabat yang baik, membiarkanmu mengenal dunia lain yang lebih luas, dunia yang tidak hanya akan kau bagi dengan aku. Tapi sekali lagi kamu hanya akan menemukan aku yang selalu berada tepat dibelakangmu.


Tahap Ketiga : “Sahabat yang terpisah oleh jarak bagaikan harta karun: darinya kamu bisa menggali kenangan yang bahkan kamu sendiri sudah lupa.”


Sahabat yang tiba-tiba pindah dan lama tidak bertemu kadang butuh waktu untuk membuat sebuah percakapan unik. Kamu pasti tetap punya serpihan kenangan yang selalu mengingatkannya padamu. Bahkan, kamu akan terkejut saat dia melontarkan kenangan tentangmu yang bahkan kamu sendiri udah lupa.

 
“Eh, dulu pas masuk siang kamu sering banget diajak pulang bareng sama Ariq yak an Jep? Abis itu sering banget kan ya di chat sama Ariq, terus gak lama di tembak deh”
“Ih apaan deh! Aku aja udah lupa”
 


Hingga saat ini : Berjanjilah. Tak peduli tangan dan tubuh makin jarang bisa lekat, kita akan tetap punya ikatan kuat
 

Sekali lagi, tak ada yang berbeda meski kita terpisah jarak, ruang, maupun waktu. Aku disini sedang lekat-lekat mengingat tentangmu. Kau pun pasti tak begitu saja melupakan kita disini sebagai kawan terbaikmu.
Jika saat ini kau tengah bergelut dengan kejamnya hari-hari, kau tahu siapa yang bisa segera ditemui. Semisal kau tak sanggup menanggung bebanmu sendiri, kau paham siapa yang layak diajak berbagi. Berjanjilah. Jangan pernah merasa sendiri. Meski tak langsung bisa mendampingi, kau perlu tahu bahwa dukungan dari kita disini selalu bisa kaudapat bahkan hanya lewat satu jentikan jari

Sukses ya Zevanya dan untuk kita semua, sampai kapanpun persahabatan kita tak akan pernah berhenti.


Semua tergantung bagaimana kita, bagaimana komunikasi kita. Jangan gengsi untuk sekedar bertanya Apa kabar? Titik temu dari semuanya bukanlah pertemuan, melainkan komunikasi. Hubungi kita disini kapan saja kamu mau, karena kita selalu berada tepat dibelakangmu. Terimakasih atas waktu dan perjalanan yang telah terlewati, sukses sahabat!





Komentar

  1. Nice
    http://riyansblog.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  2. bener banget mba, persahabatan tak lenkang oleh waktu dan kita bisa tersenyum ketika mengingat nama dan wajahnya haha

    BalasHapus
  3. Bener sih, tapi sahabat gua sekarang udah jadi bangasat, ya itu lah kehidupan..

    BalasHapus
  4. sTORYNYA pENUH kE-gREGETAN :V thaks Sharingannya :D

    BalasHapus
  5. alhamdulillah masih punya banyak sahabat.. tapi yang bener bener sahabat bisa diitung pake jari..

    BalasHapus
  6. Bener gan..setelah tamat SMK satu per satu temen ane pada ngilang..ntah lanjut kuliah diluar kota atau kerja :(

    BalasHapus
  7. Postnya bikin ane pengen bilang " Sungguh benar ".

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer