Sepenggal Cerita Tentang IPS 2
“Dikarenakan adanya rasa
senasib dan seperjuangan, maka kami memutuskan untuk bersatu dalam suatu
kekhilafan”
Berbicara
tentang kelas. Sudah terbayang di mindset
kami, bahwa kelas adalah sekumpulan teman-teman, yang penuh dengan kekompakkan,
kekeluargaan, dan kebersamaan tanpa
adanya ikatan darah, tetapi kami memiliki sebuah ikatan batin yang kuat dan itu
semua dibalut dalam takdir tanpa sepengetahuan orang yang menjalankannya.
Saya ingin bercerita,
tentang sesuatu yang langka. Yang mengajarkan kami, bahwa kekompakkan adalah
segalanya. Hari Senin, minggu keempat di bulan Mei, hujan lebat seakan berpihak
pada kami, senyum lebar tersungging di bibir kami. Sebuah pembuktikan bahwa
kebebasan kami tidak bisa dihalangi. Ini memang bukan prestasi yang
membanggakan, tapi bagi yang bersangkutan pasti menjadi cerita yang penuh
kenangan.
Pukul duabelas lewat
limabelas, tersiar kabar bahwa guru agama kami tidak masuk kelas, ada yang
bilang, gurunya sibuk masak rabeg, untuk akikah-an anaknya hehehe.
Sorakan riuh, gebrak-gebrak meja sudah menjadi kelakuan yang lumrah di kelas
kami, sepuluh IPS 2. Akhirnya, kami memutuskan, untuk pulang ke rumah.
Menghabiskan waktu leyeh-leyeh di rumah jauh lebih menggoda daripada berbincang
ngalor-ngidul ujung-ujungnya gibah. Takut nambah dosa..
Sekitar lima belas
orang, pengendara motor yaitu anggota REISDA (Republic Of Social Dua) , maaf
ya namanya kelas kita maksa banget… sudah siap dengan tas ransel di pundak,
pulang lebih awal dari aturan, serta ketawa ciri khas anak SMA yang membandel
mengiringi langkah kami untuk menuju parkiran motor. Awan gelap berarak dengan
asyiknya, akan turun hujan tak lama lagi..
Kami berharap, gerbang
depan sekolah dibuka lebar seperti biasanya, tetapi ekspetasi berbanding
terbalik dengan realita. Ada seorang penjaga, dengan kumis lebat menghiasi wajahnya
yang masam, berita buruk bagi para siswa. Ia merupakan satpam tergalak di
sekolah, rival para siswa, Pak Rohim a.k.a Tentara.
Langkah kami berhenti,
nyali kami menciut, tidaklah berani untuk melawannya, pasti kami ketar-ketir
hingga lari terbirit-birit,
Dan... ketika gebrakan meja dan teriakan penuh amarah keluar dari mulutnya. Dengan segera kami mundur dengan pasti..
Dan... ketika gebrakan meja dan teriakan penuh amarah keluar dari mulutnya. Dengan segera kami mundur dengan pasti..
Bukan IPS namanya,
apabila tidak punya sejuta cara untuk keluar sekolah, dari mulai ngedumel,
sumpah serapah, memanasi kelas lain agar tidak betah di kelas (kami menjadi
kompor untuk meminta dukungan) menyusun strategi sampai membuat alasan logis,
tak luput dari perhatian kami. Dan disini kami, membuat lingkaran untuk
menentukan siapa yang menjadi umpan!
Barangkali, percobaan
pertama tidak berhasil. Teman kami, salah strategi. Belum sembunyi, sudah
tertangkap duluan, tiga orang dimarahi, dan kami ketawa-ketiwi saling meledeki.
Percobaan kedua, dengan
umpan yang lebih matang. 5 orang diam-diam cek pagar sepertinya tidak membantu
apa-apa, malah membuat masalah semakin rumit. Pak Rohim, teriak sambil
menunjuk, dan pintu gerbang yang awalnya hanya ditutup, sekarang menjadi
dililiti rantai dan gembok.
Poor
us!
Percobaan ketiga, kami
berencana untuk melewati semak belukar yang sudah menghiasi gang belakang
sekolah selama bertahun-tahun bersama motor kesayangan kami, tetapi..
Pak Rohim telah bergerak lebih gesit dari kami,
motor yang sudah siap kami naiki, sepertinya harus dimatikan dengan segera,
karena di depan sana sudah terlihat pak Rohim bersama wakil kepala sekolah
yaitu Pak Achyadi yang ikut memelototi, mengawasi gerak-gerik kami, dan kalian
para pembaca, mudah saja bagi kalian kami untuk mengatakan bahwa kami gerombolan
pecundang, karena tidak bisa dipungkiri, kami memilih menunggu Pak Achyadi
berbalik badan, lalu masuk kembali ke kantornya yang nyaman.
“Sialan”
“Susah juga ya..”
“Dasar
Tentara”
“Gak
pernah muda”
“Kurang
piknik, keknya”
“Beraninya
bawa Pak Achyadi”
Ya, percakapan kami di parkiran seputar itu. Terlontar
tanpa beban, yang didukung oleh wajah bersungut-sungut menambah kejengkelan
kami pada Pak Rohim. Menerka apa yang akan terjadi, sepertinya Pak Rohim sudah
lelah, atau kita yang tidak sadar diperhatikan? Entah..
Lima belas menit menunggu, sepertinya semangat yang
sudah luntur kini melonjak lagi. Kami suruh salah satu dari kami, untuk
mengecek pagar..
“BURUAN
WOI, PAK ROHIM GAK ADA, LANGSUNG TANCAP GAS!”
Gambar ini hanya ilustrasi |
Kabar baik bagi kami sekelas, saya pribadi langsung melesat
dengan cepat untuk mengambil tas ransel yang sempat saya taruh di kelas, lalu
menyusul teman saya di masjid (dia bukan bagian dari anak sholehah, ia hanya
menikmati wifi), meneriakkinya dari kelas seberang dan dengan gerakan cepat
ia sudah menunggu di parkiran.
Jantung
saya berdebar, inilah the first time my
action at Senior High School saat Junior.
Campuran dari rasa takut, tertantang, dan jarang terjadi menjadi tumpuan saya
untuk memberanikan diri.
Asal
kalian tahu, saya adalah pribadi yang paling takut dalam hal melanggar aturan,
paling takut jika terlibat masalah, dan paling takut jika sudah melibatkan poin
atas pelanggaran yang sepenuhnya saya lakukan dengan penuh kesadaran, dan
semuanya sudah saya kalahkan berkat keseruan dari teman-teman!
Teman
saya yang super-duper berani itu, menjadi pemimpin dari anggota kelasnya yang
masih newbie untuk keluar sekolah
lebih awal tanpa izin, kata kasarnya sih mabal . Kami dengan segala
ketakutan yang bercampur dengan modal nekat, mulai keluar dari wilayah sekolah.
Ajang rebutan untuk tidak menjadi orang yang keluar gerbang paling terakhir,
akhirnya menimbulkan kebisingan. Gas yang timbul dari motor kami, sepertinya
mengundang kelas lain untuk melihat aksi kami, dan kami pikir itu keren.
Setelah melewati sesi yang menegangkan itu.
Akhirnya…
Saya
dan teman saya, pergi meninggalkan gerbang sekolah dengan kecepatan full, di jalan kami tertawa ria,
mengenang kembali aksi konyol kami, dan tanpa diduga hujan turun dengan
derasnya, kilat menyambar dimana-mana. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing,
sebab terlalu basah untuk mengobrol, serta terlalu bahaya untuk sekadar
tertawa, takut ada lubang besar yang sedang menunggu untuk menjadi jebakan agar
kita terpelanting.
Tiba-tiba teman saya
berkata, "firasat gue sama ni ujan deres, akibat pak Rohim ngelaknat kita si anak cupu yang berani-beraninya kabur deh" ada hening sejenak...... kemudian perkataan itu hanya saya balas dengan tawa.
Selama perjalanan, saya
terdiam. Antara fokus pada jalanan, atau perkataan dari teman. Sungguh ketakutan masih
mendominasi saya, di setengah perjalanan dari sekolah. Apa iya ini doa dari pak Rohim?
Perlu
durasi 15 menit untuk sampai rumah, artinya saya 15 menit kehujanan dengan
motor kesayangan. Air yang tumpah dari langit saya tampung di rok saya, air
yang tumpah dari langit, diserap oleh seragam saya, helm saya tampak seperti
baru karena tersiram oleh air yang terjatuh dari langit serta motor yang kemarin saya cuci sudah kotor
kembali.
Saya
antarkan teman saya ke rumahnya, kemudian ia berkata
“Gue
loncat, lo langsung nge gas ya!”
Saya turuti permintaannya, dan setelah ia loncat,
saya langsung putar gas dalam-dalam, tetapi tetap saja seragam serta tas saya
tidak terselamatkan.
Basah kuyup..
Tapi ini keren..
Siang mendung yang menjadi titik tolak saya untuk
lebih berani..
Lebih berani bertindak..
Saya belajar bahwa...
Keluar dari comfort
zone itu..
Menyenangkan..
Saya berani bertaruh, dengan keluar dari comfort zone kita akan menjadi pribadi yang
tahan mental
dalam menghadapi segala tantangan walau kadang
berakhir dengan fatal..
Deal
with it.
Melanggar peraturan itu seru kok..
Asal jangan terlalu sering
Karena akan muncul stigma buruk yang nantinya menorehkan kenangan yang
buruk
Dan abu-abu mu akan selalu menjadi abu-abu, tanpa
menjadi putih ataupun hitam
Karena abu-abu penuh dengan ketidakjelasan..
Keren wkwk
BalasHapusJaman SMA memang jadi kenangan yang tidak bisa dilupakan.
BalasHapusHahhahaha pgn ketawa
BalasHapusSumpah keren! Tiap saat aku usaha biar bisa nulis penutupan kayak gitu di blog aku, tapi berakhir GJ-_- Ini tuh kayak scene terakhir film yang karakter utamanya jalan dengan gagah terus di belakangnya ada ledakan, KEREN!!!
BalasHapus