Romantis

Bulan ini, bulan penghujan. Dan aku ingin bercerita tentang kadar, kapan, romantisnya seseorang

Dahulu, dua bulan yang lalu, aku kira yang namanya romantis itu dibawakan satu ikat bunga, atau dinyanyikan satu lagu diiringi petikan suara gitar, atau sekedar makan malam diantara cahaya lilin yang sedikit bergoyang karena tertiup angin.


Atau deep conversation tentang kehidupan, menerawang masa depan, atau bercerita tentang angan-angan, hal yang tak mungkin dilakukan atau bahk
an berbagi kisah pedih di masa lalu, kemudian berujung dengan saling tatap yang seakan-akan menguatkan dan berjanji hal seperti itu tak akan terjadi lagi.

Tapi aku pernah lihat yang lebih romantis lagi. Bagaimana tangan kiri Papah merangkul Mamah, sementara tangan kanannya memegang payung. Papah dekap Mamah, tangan kirinya sebagai batasan jangan sampai Mamah kena tetesan hujan sekalian menghangatkan dengan setengah pelukan.

Atau ketika Papah membuka tudung saji kemudian tersenyum lebar melihat masakan Mamah sambil bilang “Wow, menu kemarin…”, kemudian duduk, sementara Mamah mengambil nasi untuk Papah. Kemudian mereka makan di kursi yang sama seperti kemarin-kemarin seakan di belakang kursinya sudah ada nama pemiliknya

Tapi romantis tak harus berdua.

Berkumpul dengan teman-teman, kemudian menertawakan hal yang bahkan kalau diceritakan ulang kita bingung dimana letak lucunya. Tertawa sampai mata menyipit. Perut sakit. Pipi pegal. Kemudian hening. Semua menghela nafas panjang. Menatap ke bawah. Atau mengetukkan jari ke meja. Hening yang tak seberapa lama, tapi menyimpan campuran emosi di dalamnya.

Dan romantis juga bisa ketika sendiri.

Romantis itu bisa jadi berteduh di depan toko yang tutup, terpaksa menunggu hujan agak reda karena lupa bawa jas hujan. Memeluk diri sendiri sambil menahan dingin. Sesekali mendongak ke atas, melihat mendungnya langit. Atau sekedar menjulurkan tangan merasakan air hujan. Kemudian berdiri, sedikit berjinjit, mengayunkan badan kedepan dan kebelakang. Menggerakkan jemari kaki yang ikut basah. Menatap motor yang terpaksa terguyur hujan, kasihan.

Hujan selalu mendramatisir keadaan. Membuat pikiran liar. Tapi tak jarang menjadi kesempatan kita berbicara dengan Tuhan.

Ada lagi.

Aku baru menemukan hal yang lebih romantis dari seikat bunga.

Buku dengan catatan kecil di halaman pertamanya.

Catatan kecil yang menunjukkan kalau buku itu untuk kita. Dan ada nama pemberinya.

Bunga akan layu, tapi buku tidak.


Kecuali bunganya bunga plastik. Atau kristal. Wuih…kristal. Mahal dong? Mahal ngga sih? Kayaknya ya. Soalnya aku liatnya di rumah-rumah orang kaya, di dalam lemari kaca.

Komentar

  1. sangat indah gan dan membuat inspirasi thanks

    BalasHapus
  2. Tapi romantis tak harus berdua, bener banget dan kalimat yang saya suka..

    nice blog untuk inspirasi..

    BalasHapus
  3. Romantis itu memang tak harus berdua serial orang punya cara dalam hal romantis

    BalasHapus
  4. romantis ...ahh bikin mengkhayal nih

    BalasHapus
  5. artikel nya keren gan apalagi tentang romantis"an hehehe...

    BalasHapus
  6. asyik nih, bunga akan layu tapi buku tidak hm

    BalasHapus
  7. Balasan
    1. komentar begini...emang ada yang berani BW in balik gituh?

      Norak dan Kampungan ih

      Hapus
  8. jangan jangan admin nulis karena baper nih hehehe :D

    BalasHapus
  9. Bener tuh, romantis tak harus berdua.. HIDUP JOMBLO..

    BalasHapus
  10. bener gan biar gue jomblo tapi masih sering tertawa bersama teman

    BalasHapus
  11. cukup romantis juga nih

    BalasHapus
  12. Romantis menjadi hambar jika hujan tiba-tiba mengguyur ketika kita sedang memadu kasih ditempat yang romantis.....basah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener pak, sbagian org berpendapat kalau hujan itu ngacau-in keromantisan seseorang
      Ribet pindah tempat =D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer